Miris memang, kejadian itu memang tidak berlangsung lama tapi aku masih tidak habis pikir kok bisa marah tiba-tiba dan baik lagi dengan sendirinya. Kemudian lagi yang menjadi tanda tanya bagiku usai kejadian itu.
Ilustrasi |
Kisah ini sebenarnya tidak bertujuan memojokkan, apalagi menghina seseorang. Tidak sedikit orang dan bahkan siapa saja sering melihat dan menyaksikan fenomena yang ingin kami ceritakan kepada sahabat sikonyolovers semuanya. Kisah ini adalah sebuah kisah yang menurutku sangat konyol untuk ku ceritakan serta lazim terjadi di dalam Interaksi sosial, khususnya di Aceh.
Akibat kelaziman inilah sehingga memunculkan sesuatu yang janggal meskipun kejanggalan itu sudah melekat menjadi sebuah kebiasaan yang terus-menerus dilestarikan dalam sosial kemasyarakatan. Kejanggalan yang kami maksud tersebut yaitu berbicara dengan bahasa Aceh, marah bahasa Medan. Sering terjadi bukan?
Hai Sahabat Sikonyolovers semuanya, Beberapa hari yang lalu tepatnya hari Sabtu, aku melangsungkan sebuah aktivitas sore yang sering dijalankan oleh semua orang pada umumnya, yaitu Joging.
Berbicara tentang joging (bukan Joget sambil nungging) adalah sebuah olahraga yang sering dilakukan oleh siapa saja tanpa mengenal batas usia, mulai yang muda sampai yang tuapun tidak ketinggalan.
Hal ini dikarenakan olahraga yang satu ini bisa dilakukan dengan mudah, tanpa terikat dengan peraturan yang dikawal oleh wasit atau juri sebagaimana cabang olahraga lainnya. Dan gerakan olahraganya pun hanya sekedar lari-lari kecil seperti orang naik haji saat mengelilingi ka'bah di Baitullah, Makkah Saudi Arabiyah. Hahaha Padahal belum pernah naik Haji :)
So, bila kita lihat dari tujuan joging ini sendiri, sebenarnya semua sama, yaitu untuk kesehatan dan kebugaran jasmani. Namun pada zaman kekinian, tujuan joging diperuntukkan untuk membakar lemak alias menurunkan berat badan. Salahsatunya aku, dengan berat badan 59 kg dan tinggi 164 cm. Sungguh terlihat tembem bukan? Tapi sepertinya itu tidak jadi masalah dan bahkan masih sangat wajar.
Akan tetapi sebuah hal yang tidak wajar adalah tidak sedikit diantara mereka para joging itu memiliki tujuan yang aneh, yaitu mencari sesosok insan untuk melepaskan status Jomblonya.
Tepatnya di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, sore itu aku ikut joging bersama mereka para joging mania. Meskipun tidak kenal satu sama lain, menurutku itu bukan sebuah halangan atau hambatan untuk ku bisa berjoging ria.
Langkahku pelan-pelan mengikuti irama nafas yang sudah terasa sedikit lelah setelah mengelilingi 3 (tiga) putaran lapangan yang bermonumen Pesawat Selawah itu. Keringatpun mulai menghujani badan tembem ini. Akhirnya langkahku yang pelan-pelan tadi kuhentikan tepat disebuah pepohonan yang rindang sambil rehat sejenak untuk melepas lelah dan letih yang sudah mulai kurasakan sejak putaran ketiga tadi. Diatas sebuah tanggul semen, disitulah alas dudukku sambil menghirup nafas dalam-dalam dan melepasnya dengan pelan-pelan, agar rasa lelahku bisa hilang seketika.
Tidak jauh dari arah depanku, Penjual makanan dan minuman berjajaran dipinggir lapangan, dalam keadaan badan dibasahi keringat, akupun menuju kesana untuk membeli sebotol air putih untuk menghilangkan rasa dahaga. Usai minum seteguk air, rasa dahagapun mulai terasa reda. Mereka para joging mania masih meneruskan untuk mengelilingi lintasan lapangan Blang Padang. Ya, maklum saja mereka memang sudah terbiasa melakukannya sehingga agak sedikit lama lelahnya.
Masih dibawah pepohonan rindang, aku melihat sosok lelaki yang berbadan kekar, tinggi dan berkulit putih sedang berbicara dengan temannya dengan menggunakan bahasa Aceh. Meskipun tidak terdengar jelas, namun menurutku itu adalah percakapan yang biasa dan tidak terlalu penting untuk ku bahas, apalagi untukku telaah disetiap bait kata yang diucapnya. Apa gak ada kerjaan lain apa..???
Masih ditempat sebelumnya, aku masih terduduk dengan rilek. Ku ulangi lagi meluruskan kakiku, sambil ku goyang-goyang dengan perlahan-lahan agar tidak terasa pegal akibat joging sore itu. Lalu tak lama kemudian, ku mendengar suara lantang sedang marah-marah, tak jelas apa penyebabnya. Ternyata suara itu berada dibelakangku, ya suara itu ada suara lelaki yang berbadan kekar, tinggi dan berkulit putih tadi.
Setahuku,sebelumnya siabang itu sedang berbicara dengan dengan temannya dengan bahasa Aceh. Tapi yang membuat aku heran pada saat itu, kok bisa? siabang itu sekarang sedang marah-marah dengan mengatakan, "Kurang hajar kau, ku tunjang pula kau, ah.. bikin aku emosi saja" tutup siabang itu dengan penuh kesal.
Usai memarahi temannya, siabang itu kembali berbicara dengan santai, walaupun sisa-sisa kesal terhadap temannya tak bisa diusir dengan mudah seketika. Mereka kembali berbicara dengan bahasa Aceh, seperti sebelumnya. Dan terkadang sesekali rasa geram siabang itu muncul juga tapi tidak seperti pada puncak kemarahannya dengan bahasa khas medan yang disertai dialek bataknya.
Miris memang, kejadian itu memang tidak berlangsung lama tapi aku masih tidak habis pikir kok bisa marah tiba-tiba dan baik lagi dengan sendirinya. Kemudian lagi yang menjadi tanda tanya bagiku usai kejadian itu, Kenapa ya, kebanyakan dari kita, orang Aceh sekarang, ngomong bahasa Aceh tapi ketika marah akan membentak orang dengan logat Medan yang kebatak-batakan. Apakah itu cara orang Aceh demikian? atau memang itu salah satu cara untuk mengekspresikan kemarahannya?
Sepertinya, aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Apalagi aku bukanlah pakar dalam bidang yang satu ini. Tapi saya yakin, mungkin diantara teman-teman Sikonyolovers bisa menjawabnya.
Dosa.. Dewi.. Ingat dosa...
ReplyDeleteMain judi itu haram...